banner iklan middle

pop up

close
*********Click Here to Close Advertise*********
*********Click Here to Close Advertise*********
- See more at: http://qiulsme-rock.blogspot.com

Sabtu, 28 Maret 2009

KETENTUAN DAN TATA CARA PENGIKATAN BENDA BERGERAK YANG DIJADIKAN JAMINAN KREDIT PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD)


PENDAHULUAN

1. Permasalahan
1.1. Latar Belakang Masalah
Prinsip otonomi daerah menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, propinsi, kabupaten, dan kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesataun Republik Indonesia. Selain itu desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan negara dan berada di daerah kabupaten/kota.
Kewenangan mengatur lebih lanjut tentang Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, namun karena itu di Bali mempunyai tatanan yang khas, maka pengaturan lebih lanjut tentang desa di Bali ditetapkan dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali tentang Desa Pekraman. Desa dapat memiliki badan usaha, dan untuk itu pada desa-desa di Bali, khususnya di Kabupaten Badung didirikan Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
Keberadaan LPD ini sangat positif bagi perkembangan perekonomian desa. LPD merupakan lembaga keuangan milik Desa Pekraman yang telah berkembang, memberikan manfaat sosial, ekonomi dan budaya kepada anggotanya, sehingga ke depan perlu terus dibina, ditingkatkan kinerjanya, dan dilestarikan keberadaannya.
Dibentuknya LPD tidak dapat dipungkiri memang merupakan suatu kebutuhan, mengingat akses untuk mendapatkan kredit melalui lembaga keuangan bank sangat terbatas. Guna menunjang kelancaran pembangunan dan perekonomian di daerah pedesaan serta meningkatkan kehidupan desa Pekraman dengan segala aspeknya, maka kehadiran LPD dapat memperkuat keuangan Desa Pekraman, karena LPD bergerak dalam bidang simpan pinjam layaknya seperti perbankan.
Sebagaiman diatur dalam ketentuan pasal 17 ayat (1) Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2002, LPD sebagai lembaga keuangan Desa Pekraman mempunyai lapangan usaha, yaitu menerima/menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk tabungan dan deposito. Disamping itu, LPD juga memberikan kredit atau pinjaman hanya kepada warga/krama desa. Kredit atau pinjaman yang disalurkan, LPD di prioritaskan kepada warga/krama desa di tempat dimana LPD tersebut didirikan.
Peranan LPD, bila dilihat dari segi fungsinya hampir mirip dengan bank, yaitu mengerahkan dana masyarakat dan menyalurkan kredit. Peranan bank dan LPD dalam masyarakat sudah tidak diragukan lagi, yaitu merupakan lembaga kepercayaan, dimana masyarakat percaya untuk menyimpan dananya. Begitu pula ketika masyarakat membutuhkan dana, maka bank dan LPD akan menjadi salah satu tempat bagi masyarakat untuk memperolehnya dalam bentuk kredit atau pinjaman.
Pada dasarnya, pemberian kredit oleh kreditur diberikan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk membayar kembali dengan syarat melalui suatu perjanjian utang piutang diantara kreditur dan debitur. Disamping itu, umumnya juga dibuatkan perjanjian pengikatan atau pembebanan jaminan sebagai perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian pokoknya (perjanjian utang piutangnya).
Perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur kepada debitur merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara kreditur dan debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak sehubungan dengan pemberian kredit. Sedangkan perjanjian pengikatan jaminan adalah perjanjian antara kreditur dan debitur menyangkut benda milik debitur atau pihak ketiga yang dibebankan atau diikatkan sebagai jaminan utang.
Dalam memberikan kredit kepada warga masyarakat, seperti halnya bank, LPD juga menerapkan prinsip The Five “C”. LPD wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan masyarakat (debitur) bahwa yang bersangkutan akan dapat melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian. Guna memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur dalam melunasi utangnya, maka LPD wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), situasi ekonomi (condition of economic) dan agunan (collateral).
Pada kenyataannya, baik dalam praktek pemberian kredit oleh bank, maupuan LPD, agunan (collateral) selalu menjadi faktor pertimbangan yang paling menentukan untuk dapat dikabulkannya permohonan kredit dari masyarakat (debitur). Kredit yang diberikan kepada debitur harus diamankan, dalam arti harus dapat dijamin pengembalian atau pelunasannya. Dalam rangka memberikan keamaan dan kepastian pengembalian kredit dimaksud, kreditur perlu meminta jaminan (agunan) untuk kemudian dibuatkan perjanjian pengikatannya.

1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah sebagaimana disampaikan diatas, maka dapat dirumuskan 2 (dua) masalah pokok sebagai berikut :
1. Bagaimana ketentuan dan tata cara pengikatannya secara yuridis formal atas benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit pada LPD ?
2. Apa akibat hukumnya terhadap kedudukan LPD sebagai kreditur apabila pengikatan atas benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Permasalahan yang dibahas hendaknya jelas dan terfokus pada hal tertentu. Untuk itu, guna menghindari adanya pembahasan yang keluar dari jalur, maka pembahasan masalah dalam tulisan ini dibatasi hanya menyangkut aspek hukum pengikatan jaminan benda bergerak pada lembaga perkreditan rakyat (LPD).
Pada permasalahan pertama, akan dibahas tentang masalah ketentuan dan tata cara pengikatan benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Kemudian pada permasalahan kedua, akan dibahas tentang masalah akibat hukum atau implikasi hukum yang timbul terhadap kedudukan LPD sebagai kreditur apabila pengikatan atas benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit dibuat dengan akta dibawah tangan.

2. Telaah Pustaka
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai lembaga keuangan milik Desa Adat dalam prakteknya mempunyai kegiatan disamping menghimpun dana dari masyarakat, juga menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Seperti ditegaskan dalam Peraturan Daerah Bali No. 2 tahun 1998 pasal 5 yang bunyinya sebagia berikut :
Untuk mencapai tujuan LPD sebagaimana dimaksud pasal 4 LPD melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Menerima simpanan uang dari warga masyarakat desanya dalam bentuk tabungan dan simpanan berjangka
b. Memberikan pinjaman untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif pada sektor pertanian, industri/kerajinan kecil, perdagangan dan usaha-usaha lain yang dipandang perlu.
c. Usaha-usaha lainnya yang bersifat pengerahan dana desa.
d. Penyertaan modal pada usaha-usaha lainnya.
e. Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan.

Salah satu kegiatan LPD adalah menyalurkan kredit atau memberikan pinjaman uang kepada masyarakat yang membutuhkan. Pinjaman atau kredit yang diberikan kepada masyarakat umumnya
disertai dengan jaminan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak milik debitur atau si peminjam kredit.
Penyaluran kredit kepada masyarakat atau pelaku usaha sebagai debitur sarat dengan risiko kemacetan. Untuk mengurangi risiko kerugian dalam penyaluran kredit tersebut, maka diperlukan adanya jaminan sebagai sarana pengaman. Dengan demikian, jaminan diperlukan guna menjamin pelunasan atas kredit yang disalurkan.
Jaminan yang diserahkan oleh debitur bisa berupa jaminan kebendaan maupun jaminan orang (Bortocht). Adapun pengertian dari kedua jenis jaminan dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda tersebut, dapat dipertahankan kepada siapapun, selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada (doit ne suit) dan dapat dialihkan.
2. Jaminan orang (Bortocht) adalah jaminan yang bersifat perseorangan yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu. Jadi jaminan Bortocht adalah perjanjian antara kreditur dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur.

Dalam praktek bank maupun LPD yang lebih disukai adalah jaminan kebendaan yang berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak, dan jarang sekali memerlukan adanya jenis jaminan perorangan. Jaminan kebendaan tersebut diperlukan untuk memperkecil risiko kerugian LPD dalam menyalurkan kredit. Menurut Johanes Ibrahim, bahwa dalam hubungannya dengan pemberian kredit, jaminan hendaknya dipertimbangkan mengingat dua faktor, yaitu :
1. Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka pemberi kredit memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.
2. Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.
Jaminan kebendaan yang dijadikan jaminan kredit ada benda bergerak dan ada pula benda tidak bergerak. Apabila benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit, maka pengikatannya memakai lembaga jaminan fidusia sebagai diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999. Atau dengan kata lain, apabila benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit, maka pengikatanya tunduk pada ketentuan Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Lembaga Jaminan Fidusia.
Berdasarkan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.42 Tahun 1999, perjanjian pengikatan jaminan atas benda bergerak harus dibuat dengan akta notaris, dan selanjutnya berdasarkan pasal 11 ayat (1), akta jaminan yang dibuat secara notariil tersebut wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Dengan begitu, perjanjian pengikatan jaminan dengan bentuk akta notaris adalah merupakan syarat mutlak bagi pengikatan benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit.
Dengan mengacu pada ketentuan pasal 1870 KUH Perdata, bahwa akta notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya diantara para pihak beserta ahli warisnya atau para penggnati haknya. Itulah sebabnya mengapa Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 menetapkan perjanjian pengikatan jaminan fidusia harus dibuat dengan akta notaris
Apalagi mengingat objek jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak yang tidak terdaftar, maka sudah sewajarnya bentuk akta otentiklah yang dianggap paling dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan objek jaminan fidusia.
Dengan telah didaftarkannya benda bergerak yang dibebani jaminan fidusia, maka kemudian Kantor Pendaftaran fidusia menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan kemudian menyerahkan sertifikat tersebut kepada penerima fidusia. Pasal 15 Undang-Undang No.42 Tahun 1999 menegaskan bahwa sertifikat jaminan fidusia yang dicantumkan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kekuatan eksekutorial artinya berdasarkan sertifikat jaminan fidusia, Kreditur dapat langsung melaksanakan eksekusi atau penjualan jaminan fidusia tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan penjualan tersebut.
Disamping itu, dengan telah diikutinya ketentuan pengikatan atau pembebanan jaminan benda bergerak sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11 ayat (1) UU No. 42 tahun 1999, maka pihak penerima fidusia mempunyai hak untuk didahulukan (preferent) atas pemenuhan pembayaran piutangnya dari kreditur-kreditur lainnya.
Hak didahulukan atau hak preferent yang dimiliki kreditur sesuai dengan penegasan Pasal 27 ayat (3) UU No. 42 Tahun 1999. Pasal ini menegaskan bahwa hak didahulukan yang dimiliki kreditur tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi dari debitur/pemberi fidusia.

3. Tujuan Penulisan
3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang aspek hukum yang menyangkut pengikatan jaminan benda bergerak pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD).

3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang ketentuan dan tata cara pengikatannya secara yuridis formal atas benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit pada LPD.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang akibat hukum yang timbul terhadap kedudukan LPD sebagai kreditur dalam hal pengikatan bergerak yang dijadikan jaminan kredit dibuat dengan akta di bawah tangan.

4. Metode Penelitian
4.1. Pendekatan Masalah
Penelitian yang diselenggarakan kaitannya dengan penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap data sekunder (data kepustakaan).
Pendekatan terhadap permasalahan yang ada dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan Burgerlijke Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

4.2. Sumber Data
Data yang dipergunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian skripsi ini bersumber dari data sekunder (data kepustakaan). Data sekunder adalah data yang memiliki ciri-ciri antara lain, pada umumnya dalam keadaan siap pakai, bentuk maupun isinya telah ditulis oleh peneliti terdahulu, serta dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh tempat dan waktu. Data sekunder dimaksud terdiri dari bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder, berupa buku-buku literature dan tulisan dari para sarjana sehubungan dengan permasalahan penelitian.
4.3. Tehnik Pengumpulan Data.
Data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini teknik pengumpulannya dilakukan melalui studi dokumen, yaitu dengan cara membaca dan mencatat bahan-bahan hukum yang ada, serta kemudian mengklasifikasikannya, dan yang dipilih adalah bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Bahan hukum yang relevan, dikumpulkan dengan menggunakan sistem kartu (card system).

4.4. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data.
Dari data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisa secara kualitatif. Setelah melalui proses pengolahan dan analisa, maka data tersebut selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis, dengan menggambarkan secara sistematis dan komprehensif, sehingga dapat menjawab permasalahan penelitian.


Tidak ada komentar:

Entri Populer